QURBAN; TANDA CINTA
Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak, Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah dan
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.
(Qs. Al-Kautsar:1-3)
Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan ‘Aisyah ra.
Artinya: tidak ada amalah yang diperbuat manusia pada hari raya
qurban yang lebih dicintai oleh Allah SWT selain menyembelih qurban.
Sesungguhnya hewan qurban itu pada hari kiamat akan datang beserta
tanduk-tanduknya, bulu-bulu dan kuku-kukunya. Sesungguhnya sebelum darah
qurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah
SWT, maka tenangkanlah jiwa dengan berqurban. (HR. Tirmidzi)
Hari raya Idil Adha dikenal dengan hari raya korban yang merupakan
hari raya besar bagi umat Islam setelah hari raya Idil Fitri. Setiap
setahun sekali umat Islam di seluruh penjuru dunia merayakannya dengan
penuh kekusyukan. Umat Islam yang sedang melaksanakan Ibadah Haji
melaksanakan qurban di Mekkah dan umat Islam yang tidak melaksanakan
ibadah haji melaksanakan di kampung halaman masing-masing. Daging
korban dibagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan dengan penuh
keihklasan dan ketundukan. Hari raya Idil Adha juga dikenal dengan hari
raya haji. Disebut demikian karena hari raya ‘Idil Adha dilaksanakan
bertepatan dengan jutaan manusia yang sedang melaksanakan rangkaian
ibadah haji di Makkatul Mukarramah.
Syariat ibadah Qurban sudah dimulai semenjak nabi Adam As. Tujuan
ibadah qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kemudian,
peristiwa qurban juga dilakukan pada masa Nabi Ibrahim As. Kejadian itu
terukir dalam al-Qur’an surat as-shaffat/36:102-107
Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk
orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran
keduanya ).dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,. Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi
Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar.
Padah ayat ini Ibrahim As menyembelih Ismail; seorang anak yang
diidam-idamkan selama ini, sebagai tanda ketaatan kepada Allah SWT.
Kecintaan Ibrahim As kepada Allah SWT melebihi cintanya kepada harta
termasuk anaknya Ismail sehingga ketika Ibrahim mendapati wahyu dari
Allah SWT untuk menyembelih anaknya, ia lakukan tanpa keraguan. Ibrahim
As melakukan itu sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT atas
pemberian Allah berupa seorang anak yang shaleh.
Artinya : Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.
Ada suatu hal yang menarik dari dialog Ibrahim As; sebagai seorang bapak dengan Ismail As sebagai seorang anak. Ibrahim berkata:
“Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Bahasa Ibrahim sangat
santun kepada anaknya. Memanggil anaknya dengan di awali kata “wahai” (ya bunayya).
Ini adalah panggilan penuh kasih dan sayang seorang bapak kepada anak.
Selanjutnya, Ibrahim mengawali kata-katanya berikut dengan kata
“sesungguhnya.” Ini menunjukkan bahwa Ibrahim As adalah sosok yang tegas
dan tidak ragu dengan apa yang dipikirkan dan dilakukan. Perkataan yang
keluar dari mulutnya tidak dibayang-bayangi oleh nafsu melainkan
didasari oleh kekuatan keyakinan kepada Allah SWT; bahwa apa yang
diucapkan itu sepenuhnya disandarikan kepada Allah SWT. Firman Allah
SWT:
Artinya: Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang Penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.
Kuatnya keyakinan Ibrahim bahwa itu adalah wahyu dari Allah SWT, ia
melanjutkan kalimat berikutnya “ aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu.”Kalimat berikut ini adalah kalimat yang tidak patut
diucapkan seorang bapak kepada anak. Kita akan berfikir bahwa sungguh
tidak berperikemanusiaan bila seorang bapak mengatakan hal yang demikian
karena kalimatnya begitu menakutkan. Dan kita akan menilai bahwa yang
demikian itu kejam dan sadis. Ibrahim pun melanjutkan dengan menanyakan
pendapat sang anak ” fikirkanlah apa pendapatmu!”. Terlihat dari
kata-kata ini bahwa Ibrahim As adalah seseorang yang tidak mau
memaksakan diri atau keinginan atau pendapat kepada anak. Ibrahim
menghargai pemikiran seorang anak walaupun dia menyadari bahwa yang
disampaikan kepada anaknya adalah kebenaran dari Allah SWT (wahyu) yang
tidak perlu dimusyawarahkan lagi. Namun, apa jawaban Ismail…: “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu
akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
Subhanallah……..walhamdulillah, walaa ilaahaillallah walllahu akbar….
Allah swt berfirman pada ayat ke 102
Artinya: Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar.
Ini merupakan janji Allah kepada Ibrahim untuk memberik anak yang
shaleh, yakni memiliki seorang anak yang mempunyai sifat sangat penyabar
atau halim. Menurut Hamka, sabar dan halim mempunyai perbedaan. Sabar
diartikan sebagai perisai/penangkis bila cobaan datang dengan tiba-tiba.
Sedangkan haalim adalah sesuatu yang sudah menjadi tabiat hidup atau
bahwa kesabaran sudah menjadi tabiat hidupnya.[1]
Sungguh mengharukan jawaban si anak. Benar-benar terkabul do’a yang
ayah untuk memiliki keturunan yang shaleh. Dia percaya bahwa mimpi
ayahnya adalah wahyu dari Allah SWT, bukan mimpi sembarang mimpi. Sebab
itu, dianjurkan ayahnya untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah
SWT.
Ibrahim As adalah orang yang sangat mencintai Allah SWT begitupun
anaknya, Ismail As. Ibrahim As adalah seorang hamba yang senang
mengembalikan segala ujian dan cobaan hidup kepada Allah SWT sehingga
dia termasuk seorang yang sangat penyabar. Hal demikian pun turun kepada
anaknya Ismail As yang memiliki sifat halim seperti bapaknya. Kesabaran
mereka berdua telah diuji oleh Allah SWT. Ini semua dilakukan sebagai
tanda syukur kepada Allah atas apa yang telah diberikan. Ujian demi
ujian hidup yang diterima Ibrahim As dilewati dengan kesabaran. Atas
kesabaran itu, Ibrahim As dikarunia anak yang shaleh sesuai dengan
keinginannya. Namun, melalui nikmat yang diterima Ibrahim As tersebut
Allah langsung menguji. Ujian ini pun berhasil dilewati oleh Ibrahim As
dengan sukses.
Kisah Qurban, baik di masa nabi Adam As dan di masa Ibrahim As yang
menginspirasi jiwa adalah bagian dari berbagai kisah pengorbanan yang
patut dicontoh dan ditauladani oleh setiap orang dalam kehidupannya.
Inspirasi jiwa melalui Kisah Ibrahim As dan Ismail As memperkokoh
keimanan kita kepada Allah SWT dan memperkuat kesabaran diri terhadap
segala ujian cobaan hidup serta meningkatkan kualitas cinta kepada-Nya.