Kamis, 22 Oktober 2015

MATERI UKG 2015 "MENERAPKAN BERBAGAI PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJRAN YANG MENDIDIK SECARA KREATIF"



Pendahuluan

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan pada pasal 19, ayat 1 mengamanatkan bahwa: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kemudian dalam pasal 28, ayat 1 mengamanatkan bahwa: Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Berdasarkan kutipan regulasi pendidikan tersebut, dapat dipahami secara jelas bahwa proses pendidikan dan pembelajaran pada satuan pendidikan manapun, secara yuridis formal dituntut harus diselenggarakan secara aktif, inovatif, kreatif, dialogis, demokratis dan dalam suasana yang mengesankan dan bermakna bagi peserta didik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa perundangan dan peraturan pendidikan yang berlaku di Indonesia, mengindikasikan pentingnya diterapkan strategi pembelajaran yang memperdayakan peserta didik. Dalam konteks ini, PAKEM sebagai salah satu pembelajaran yang telah dikembangkan dan sedang gencar dipromosikan implementasinya dalam praktik dunia pendidikan di Indonesia, memiliki singgungan dan relevansi yang kuat terhadap apa yang menjadi tuntutan yuridis formal ini (Ismail, 2008: 49-50).
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak guru saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum dan lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah yang dalam pelaksanaannya siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikan guru dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Jika secara psikologis siswa kurang tertarik dengan metode yang digunakan guru, maka dengan sendirinya siswa akan memberikan umpan balik psikologis yang kurang mendukung dalam proses pembelajaran. Indikasinya adalah timbul rasa tidak simpati terhadap guru, tidak tertarik dengan materi-materi pembelajaran, dan lama-kelamaan timbul sikap acuh tak acuh terhadap mata pelajaran.
Dalam hal peningkatan prestasi belajar siswa ini diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000:24). Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif siswa dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima ceramah guru tentang pengetahuan, sehingga jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.
Peran aktif siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Seseorang bisa dikatakan kreatif apabila ia secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif, yaitu hasil yang asli/orisinal dan sesuai dengan keperluan (Hassoubah, 2004:50). Kreativitas siswa bisa dilihat pada kemampuannya dalam mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan. Selain itu kreativitas siswa juga bisa dilihat dari kecekatannya dalam mengikuti proses belajar mengajar di dalam kelas. Kreatif juga dimaksudkan guru mampu memilih materi yang akan diberikan kepada siswa agar materi yang diberikan bisa sesuai dengan kemampuan siswa, memilih metode pembelajaran yang dapat mempermudah pemahaman siswa tentang materi yang diberikan dan memilih media yang tepat untuk memperlancar proses pembelajaran serta mampu menentukan evaluasi yang tepat untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang membuat siswa senang sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Tingginya waktu curah akan meningkatkan hasil belajar.
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidaklah efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti bermain biasa (Muslim, 2001). Muslim (2001) mengemukakan pengertian PAKEM dari dua dimensi yaitu dimensi guru dan dimensi siswa.
1. Dari dimensi guru:
  • dalam proses belajar mengajar guru aktif dalam memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, mempertanyakan gagasan siswa,
  • guru harus kreatif dalam mengembangkan kegiatan yang beragam, membuat alat bantu atau media pembelajaran,
  • pembelajaran efektif jika guru dapat mencapai tujuan pembelajaran,
  • agar pembelajaran menyenangkan guru harus bisa mengemas materi agar lebih mudah dipahami siswa, menggunakan metode pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi untuk menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2. Dari dimensi siswa:
  • siswa harus aktif dalam bertanya, mengemukakan gagasan, mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya,
  • siswa kreatif dalam menulis /merangkum, merancang atau membuat sesuatu dan menemuakan seseatu yang baru bagi diri siswa,
  • keefektifan siswa bisa dilihat dari penguasaan ketrampilan yang dibutuhkan oleh siswa,
  • pembelajaran yang menyenangkan dapat membuat siswa berani mencoba atau berbuat, berani bertanya, berani mengemukakan gagasan, berani mempertanyakan gagasan orang lain.
Pengertian
Menurut Budimansyah, dkk (2009:70) PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Aktif dimaksutkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif mengajukan pertanyaan, mengemukakan gagasan, dan mencari data dan informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah. Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi tingkat kemampuan siswa. Efektif yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Selain itu menurut Utami (2010:23) PAKEM adalah suatu proses pembelajaran yang komunikatif dan interaktif antara sumber belajar, pendidik dan peserta didik.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa PAKEM adalah suatu pembelajaran dimana terjadi hubungan yang komunikatif antar semua komponen pembelajaran sehingga mampu menanggapi suatu permasalahan yang terjadi serta mampu mencurahkan perhatiannya untuk belajar secara optimal.
Menurut UNESCO dalam Dasim Budimansyah, dkk (2009:38-39) memeparkan tentang empat pilar pendidikan yang sesuai denagan pembelajaran PAKEM yakni (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning how to live together. Empat pilar pendidikan tersebut memberikan indikasi bahwa hasil pendidikan dewasa ini diarahkan untuk dapat menghasilkan manusia yang memiliki ciri-ciri manusia paripurna sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. (1) Learning to know. Dalam pilar ini, belajar dimaknai sebagai upaya hanya sebatas untuk mengetahui. Belajar ini termasuk dalam kategori sebagai belajar pada tingkat yang rendah, yakni belajar yang lebih menekankan pada ranah kognitif. (2) Learning to do. Dalam pilar ini, belajar dimaknai sebagai upaya untuk membuat peserta didik bukan hanya mengetahui, tetapi lebih kepada dapat melakukan atau mengerjakan kegiatan tertentu. Fokus pembelajaran pada pilar ini lebih memfokuskan pada ranah psikomotorik. (3) Learning to be. Dalam pilar ketiga ini, belajar dimaknai sebagai upaya untuk menjadikan peserta didik sebagai dirinya sendiri. Belajar dalam konteks ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi peserta didik, sesuai dengan minat dan bakatnya atau tipe-tipe kecerdasannya (types of intelligence). (4) Learning how to live together. Pilar keempat ini memaknai belajar sebagai upaya agar peserta didik dapat hidup bersama dengan sesamanya secara damai.
Dikaitkan dengan tipe-tipe kecerdasan, maka pilar keempat ini berupaya untuk menjadikan peserta didik memiliki kecerdasan sosial (social intelligence). Di samping didasarkan pada upaya optimalisasi implimentasi konsep pembelajaran, pendekatan PAKEM menurut Khaerudin dalam http://www.texascollaborative.org (2009) juga didasarkan pada sejumlah asumsi tentang apa itu belajar. Sejumlah asumsi tentang belajar yang dimaksud, di antaranya:
  • Belajar adalah proses individual. Artinya kegiatan belajar tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, hanya orang yang bersangkutanlah yang dapat melakukannya. Ini berarti kegiatan belajar menuntut aktivitas orang yang sedang belajar.
  • Belajar adalah proses sosial. Kegiatan belajar harus dilakukan melalui interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Ini berarti seseorang yang belajar harus secara aktif berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, karena melalui interaksi social inilah akan diperoleh pengalaman sebagai hasil belajar.
  • Belajar adalah menyenangkan. Apabila kegiatan belajar dilakukan dengan sukarela, atas kesadaran dan kemauan sendiri, dan tanpa ada paksaan, maka kegiatan belajar akan menyenangkan. Karena itulah, setiap orang yang belajar harus melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa belajar itu yang akan membawa manfaat bagi kelangsungan hidupnya. Dengan demikian maka kegiatan belajar benar-benar akan menyenangkan.
  • Belajar adalah aktivitas yang tidak pernah berhenti. Proses belajar akan terus berlangsung selama manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungan, apakah itu disadari ataupun tidak dan terjadi perubahan perilaku dalam dirinya (kognitif, afektif, atau psikomotorik) maka pada dasarkan orang tersebut telah belajar. Proses ini tidak akan pernah berhenti selama seseorang masih hidup dan beraktivitas.
  • Belajar adalah membangun makna. Pada saat seseorang melakukan kegiatan belajar, pada hakikatnya ia menangkap dan membangun makna dari apa yang diamatinya. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kontekstual (contextual learning) yang mengasumsikan bahwa otak secara alamiah mencari makna dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan dimana seseorang tersebut berinteraksi.
Oleh karena itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran PAKEM menurut Dasim Budimansyah, dkk (2009:74-76) yaitu :
  1. Memahami sifat yang dimiliki anak. Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia selama mereka normal terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
  2. Mengenal anak secara perorangan. Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
  3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar. Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
  4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternative pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika…” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
  5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik. Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
  6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
  7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar. Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
  8. Membedakan antara aktif fisikal dan aktif mental. Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok siswa duduk duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah cirri dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan dari pada aktif fisikal. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental.
Syarat perkembangannya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut : takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan “PAKEM” Bila ditengok dari sejumlah teori yang tentunya berdasarkan hasil eksperimen, kemudian dari pengalaman orang, maupun pengalaman dari penulis sendiri. Menurut Utami (2010 : 42) manfaat dari penerapan PAKEM ini bagi siswa, guru dan sekolah di antaranya sebagai berikut :
  • Pembelajaran dengan model PAKEM membuat siswa benar-benar lebih asyik belajar, betah tinggal di kelas, karena guru tidak berperan sebagai orang yang paling tahu, melainkan berperan sebagai fasilitator yang dinamik dan kreatif.
  • Pembelajaran dengan model PAKEM memungkinkan munculnya berbagai potensi siswa.
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga menunjukkan sisi demokratis.
  • Pembelajaran dengan model PAKEM membuat guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang mutlak dan benar.
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga mendorong maksimalnya daya serap para siswa terhadap materi pelajaran.
  • Pembelajaran dengan model PAKEM akan mendorong perkembangan intelektual siswa (intellectual growth).
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga membantu perkembangan fisik siswa (physical development).
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga dapat membangun ketrampilan sosial siswa (building social skills).
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga akan membantu perkembangan emosi siswa (emotional development).
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga akan mendorong perkembangan kemampuan membaca dan berbahasa siswa (language and literacy development).
  • Pembelajaran dengan model PAKEM akan menumbuhkan daya kreativitas siswa (creativity).
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga akan mendorong anak untuk mencintai belajar sepanjang hidupnya.
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga akan mendorong kreativitas dan dedikasi guru.
  • Pembelajaran dengan model PAKEM juga mendorong keterlibatan orang tua.

Karakteristik PAKEM
Pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan efektif. Menurut Suparlan (2008: 70-71), karakterisitk PAKEM, meliputi:
  1. Aktif: pembelajaran ini memungkinkan peserta didik berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi obyek-obyek yang ada di dalamnya, dalam hal ini guru terlibat secara aktif, baik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran.
  2. Kreatif: Pembelajaran membangun kreativitas peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar dan sesama peserta didik, utamanya dalam menghadapi tantangan atau tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk kreatif, yaitu merancang dan melaksanakan PAKEM.
  3. Efektif: Efektifitas pembelajaran akan mendongkrak kualitas hasil bekajar peseta didik.
  4. Menyenangkan: Pembelajaran diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dengan didukung lingkungan aman, bahan ajar relevan, menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada umunya hal itu terjadi ketika dilakukan bersama dengan orang lain sebagai dorongan dan selingan humor serta istirahat dan jeda secara teratur. Selain itu, pembelajaran akan menyenangkan manakala secara sadar pikiran otak kiri dan kanan sadar, menantang peserta didik berekspresi dan berfikir jauh ke depan, serta mengonsolidasikan bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode yang relaks.
Secara fisikal, ada beberapa ciri menonjol yang tampak dalam proses pembelajaran dengan menggunakan PAKEM adalah sebagai berikut.
  1. Mengandalkan buku sebagai satu-satunya sumber belajar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih memperkaya pengalaman belajar peserta didik. Bukan semata-mata untuk menafikan sama sekali buku pelajaran sebagai salah satu sumber belajar peserta didik.
  2. Sumber belajar yang beraneka ragam tersebut kemudian didesain skenario pembelajarannya dengan berbagai kegiatan.
  3. Hasil kegiatan belajar mengajar kemudian dipajang di tembok kelas, papan tulis, dan bahkan ditambah dengan tali rapiah di sana-sini. Pajangan tersebut merupakan hasil diskusi atau hasil karya siswa.pajangan hasil karya siswa menjadi satu ciri fisikal yang dapat kita amati dalam proses pembelajaran.
  4. Kegiatan belajar mengajar bervariasi secara aktif, yang biasanya didominasi oleh kegiatan individual dalam beberapa menit, kegiatan berpasangan, dan kegiatan kelompok kecil antara empat sampai lima orang, untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah disepakati bersama, dan salah seorang di antaranya menyampaikan (presentasi) hasil kegiatan mereka di depan kelas. Hasil kegiatan siswa itulah yang kemudian dipajang.
  5. Dalam mengerjakan berbagai tugas tersebut, para siswa, baik secara individual maupun secara kelompok, mencoba mengembangkan semaksimal mungkin kreativitasnya.
  6. Dalam melaksanakan kegiatannya yang beraneka ragam itu, tampaklah antusiasme dan rasa senang siswa.
  7. Pada akhir proses pembelajaran, semua siswa melakukan kegiatan dengan apa yang disebut sebagai refleksi, yakni menyampaikan (kebanyakan secara tertulis) kesan dan harapan mereka terhadap proses pembelajaran yang baru saja diikutinya (Suparlan, 2008: 73).
Seperti yang dikemukakan oleh Budimansyah, dkk (2009:73) Selain ciri fisik yang ada dalam PAKEM, ada lima karakteristik utama yang dikemukakan oleh Utami (2010:37) dalam PAKEM, yaitu :
  1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan belajar melalui berbuat.
  2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
  3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan pojok baca.
  4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
  5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Sementara itu ciri-ciri yang paling menonjol dalam PAKEM menurut Suparlan dalam Utami (2010 : 38 ) adalah sebagai berikut :
  1. Adanya sumber belajar yang beraneka ragam.
  2. Sumber belajar yang beragam tersebut kemudian didisain skenario pembelajarannya dengan berbagai kegiatan.
  3. Hasil kegiatan pembelajaran berupa karyakarya individu atau kelompok siswa dipajang di kelas.
  4. Aktivitas pembelajaran bervariasi secara aktif.
  5. Dalam mengerjakan berbagai tugas, para siswa baik secara individual maupun kelompok, mencoba mengembangkan kreativitas mereka semaksimal mungkin.
  6. Dalam menjalankan aktivitas, terlihat antusiasme dan rasa senang siswa.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Melaksanakan PAKEM
Dalam pembelajaran PAKEM terdapat empat prinsip utama dalam proses pembelajaran: Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play). Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM, yaitu:
  1. Memahami sifat yang dimiliki anak. Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap kritis dan kreatif. Suasana pembelajaran yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
  2. Mengenal anak secara perorangan. Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM, perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
  3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar. Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
  4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
  5. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah ketrampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar atau diagram.
  6. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar. Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
  7. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental. Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut, seperti takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan PAKEM (Suparlan, 2008: 74-76).
Sejalan dengan prinsip di atas, yang harus diperhatikan ketika pendidik/guru menerapkan PAKEM menurut Ismail (2008: 46-56), adalah sebagai berikut.
  1. Memahami sifat peserta didik. Pada dasarnya peserta didik memiliki sifat rasa ingin tahu atau berimajinasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/ berpikir kritis dan kreatif. Untuk itu kegiatan pembelajaran harus dirancang menjadi lahan yang subur bagi berkembangnya kedua sifat tersebut.
  2. Mengenal peserta didik secara perorangan. Peserta didik berasal dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Perbedaan individu harus diperhatikan harus tercemin dalam pembelajaran. Semua peserta didik dalam kelas tidak harus selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatannya belajarnya. Peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya)
  3. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam mengorganisasi belajar. Peserta didik secara alami bermain secara berpasangan atau berkelompok. Perilaku yang demikian dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pengorganisasian kelas. Dengan berkelompok akan mudah mereka untuk berinteraksi atau bertukar pikiran.
  4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta mampu memecahkan masalah. Pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah, untuk itu peserta didik perlu dibekali kemampuan berpikir kritis dan kreatif untuk menganaliasis masalah, dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis pemikiran tersebut sudah ada sejak lahir, guru diharapkan dapat mengembangkannya.
  5. Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik. Ruangan kelas yang menarik sangat disarankandalam PAKEM. Hasil peserta didik sebaiknya dipajang di dalam kelas, karena dapat memotivasi peserta didik untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi peserta didik yang lain. Selain itu pajangan dapat juga dijadikan bahan ketika membahas materi pelajaran yang lain.
  6. Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar. Lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan sumber sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik. Lingkungan dapat berfungsi sebagai media belajar serta objek belajar peserta didik.
  7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan. Pemberian umpan balik dari guru kepada peserta didik merupakan interaksi antara guru dan peserta didik. Umpan balik hendaknya lebih mengungkapkan kekuatan dan kelebihan peserta didik dari pada kelemahannya. Umpan balik juga harus dilakukan secara santun dan elegan sehingga tidak meremwhkan dan menurunkan motivasi.
  8. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental. Dalam pembelajaran PAKEM, aktif secara mental lebih diinginkan dari pada aktif fisik. Karena itu, aktivitas sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, mengemukakan tanda-tanda aktif mental.
Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAKEM perlu mempertimbangkan enam elemen Constructivist Learning Design (CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections (Ismail, 2008: 56). Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors, making decisions, drawing conclusions, or setting goals). Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi. Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa. Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara berpikir dan aktivitas belajar siswa. Exhibit, bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam menyelesaikan dan atau memenuhi tugas. Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang (feeling, images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas (Ismail, 2008: 57-58).

Prinsip-prinsip PAKEM
Ciri-ciri atau karakteristik PAKEM adalah: Pembelajarannya mengaktifkan peserta didik, mendorong kreativitas peserta didik dan guru, pembelajarannya efektif, pembelajarannya menyenangkan utamanya bagi peserta didik. Dan prinsip PAKEM antara lain:
  • mengalami: peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional
  • komunikasi: kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta diidik
  • interaksi: kegiatan pembelajarannyaa memungkinkan terjadinya interaksi multi arah
  • refleksi: kegiatan pembelajarannya memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan (Ismail, 2008: 46-47).
Menurut John B. Biggs and Ross Telfer, dalam bukunya “The Process of Learning”, 1987, edisi kedua, menyebutkan paling tidak ada 12 aspek dari sebuah pembelajaran kreatif, yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses pembelajaran terhadap siswa, yaitu:
  • memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat mereka.
  • memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka membutuhkan.
  • menghargai potensi siswa yang lemah atau lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka.
  • mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka.
  • mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
  • menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
  • memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat serta modalitas gaya belajar individu siswa.
  • mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri.
  • menyatakan kapada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
  • menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan intimidasi dalam usaha meyakinkan minat belajar siswa.
  • mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada siswa.
  • memberikan tes atau ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan semangat pada siswa untuk ingin mempelajari materi lebih dalam.
Menurut (Hadi Mustofa, 1998) lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu:
  • melindungi pemelajar dari kerusakan praktik instruksional dengan mengembangkan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara pribadi yang relevan dengan pemelajar.
  • menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi.
  • mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar.
  • mendorong pengaturan diri dengan pengembangan keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya.
  • mendorong kesadaran belajar dan pengujian kesalahan

Teknik Penyajian
Program belajar mandiri adalah perencanaan yang disusun secara runtut sebagai kegiatan pokok dala PAKEM untuk memotivasi dan membelajarkan siswa senang belajar dan berprestasi. Beberapa aplikasi dari model PAKEM yaitu:
  1. Everyone is a teacher here (Setiap Murid sebagai guru) yaitu strategi PAKEM yang bertujuan untuk membiasakan peserta didik untuk belajar secara aktif dan membudayakan sikap berani bertanya, tidak minder dan tidak takut salah. Penerapannya yaitu dengan meminta peserta didik untuk membuat pertanyaan yang nantinya akan dijawab oleh teman-temannya yang lain (Ismail, 2008: 74).
  2. Indeks card match (Mencari Jodoh Kartu Tanya jawab) yaitu strategi PAKEM yang bertujuan untuk melatih pesrta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahannya terhadap suatu materi pokok. Penerapannya yaitu guru membuat dua kartu yang sesuai dengan jumlah siswa kemudian kartu tersebut dibagi dua, dikartu tersebut ditulis pertanyaan, dan kartu yang lain ditulis jawaban. Setelah itu kartu dibagikan kepada siswa. Siswa mencari pasangan kartu yang tepat antara pertanyaan dan jawaban(Ismail, 2008: 81-82).


Hal-hal yang Harus diperhatikan dalam PAKEM
Melaksanakan PAKEM artinya guru dan murid secara bersama-sama mengembangkan fisik dan mental sehingga terbiasa bertindak aktif, kreatif, dan menyenangkan. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai dengan baik.  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM sebagai berikut:
  1. Memahami sifat yang dimiliki anak
  2. Mengenal anak secara perorangan
  3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
  4. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
  5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
  6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
  7. Memberikan umpan balik untuk meningkatkan kegiatan belajar
  8. Membedakan aktif fisik dan aktif mental. (Subdin Kurikulum Pembinaan Pendidikan Dasar, 2003:2-3)

Penerapan PAKEM
Secara psikologis-pedagogis, penerapan PAKEM dalam proses belajar mengajar, diyakinidan telah terbukti berdasarkan pengalaman memiliki dampak positif terhadap penguatan hasil belajar, kesan mendalam, dan tahan lama dalam memori peserta didik sehingga tidak mudah lupa terhadap pengetahuan yang telah diperolehnya, atau dalam bahasa psikologi belajar dikenal dengan istilah long term memory. Di samping itu, dari sisi pendidik, penerapan PAKEM dengan sendirinya akan semakin memotivasi pendidik sebagai manager, fasilitator, motivator, inspirator, transformator, dan pembelajaran yang memiliki learning tradition yang kuat untuk secara terus menerus mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalitasnya.

Indikator PAKEM
Dalam penerapan PAKEM oleh pendidik atau guru bias dilihat dan dicermati berbagai indikasi yang muncul pada saat proses belajar mengajar dilaksanakan. Di samping itu, pendidik juga perlu memperhatikan berbagai prinsip ketika menerapkannya. Kriteria ada atau tidaknya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan di antaranya dapat dilihat pada beberapa indikator berikut.
INDIKATOR PROSES
PENJELASAN
METODE
1. Pekerjaan Peserta Didik (Diungkapkan dengan bahasa/ kata-kata peserta didik sendiri).
PAKEM sangat mengutamakan agar peserta didik mampu berfikir, berkata-kata, dan mengungkap sendiri.
Guru membimbing peserta didik dan memajang hasil karya nya agar dapat saling belajar.
2. Kegiatan Peserta Didik (peserta didik banyak diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri).
Bila peserta didik mengalami atau mengerjakan sendiri, mereka belajar meneliti tentang apa saja.
Guru dan peserta didik interaktif dan hasil pekerjaan peserta didik dipajang untuk meningkatkan motivasi.
3. Ruang Kelas (Penuh pajangan hasil karya peserta didik dan alat peraga sederhana buatan guru dan peserta didik).
Banyak yang dapat dipajang di kelas dan dari pajangan hasil itu peserta didik saling belajar. Alat peraga yang sering digunakan diletakkan strategis.
Pengamatan ruangan kelas dan dilihat apa saja yang dibutuhkan untuk dipajang, dimana, dan bagaimana memajangnya.
4. Penataan Meja Kursi (Meja kursi tempat belajar peserta didik dapat diatur secara fleksibel).
Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbagai cara/metode/tehnik, misalnya melalui verja kelompok, diskusi, atau aktivitas peserta didik secara individual.
Diskusi kerja kelompok, kerja mandiri, pendekatan individual guru kepada murid yang prestasinya kurang baik, dsb.
5. Suasana Bebas (Peserta didik memiliki dukungan suasana bebas untukmenyampaikan atau mengungkapkan pendapat).
Peserta didik dilatih untuk mengungkapkan pendapat secara bebas, baik dalam diskusi, tulisan, maupun kegiatan lain.
Guru dan sesama peserta didik mendengarkan dan menghargai pendapat peserta didik lain, diskusi, dan kerja individu.

6. Umpan Balik Guru (Guru memberi tugas yang bervariasi dan secara langsung memberi umpan balik agar peserta didik secara memperbaiki kesalahan).
Guru memberikan tugas yang mendorong peserta didik bereksplorasi; dan guru memberikan bimbingan individual atau pun kelompok dalam hal penyelesaian masalah.
Penugasan individual atau kelompok; bimbingan langsung; dan penyelesaian masalah.

7. Sudut Baca (Sudut kelas sangat baik bila diciptakan sebagai sudut baca untuk peserta didik)
Sudut baca diruang kelas akan mendorong peserta didik gemar membaca. (Peserta didik didekatkan dengan buku-buku, jurnal, koran, dll)
Observasi kelas diskusi, dan pendekatan terhadap orangtua.

8. Lingkungan Sekitar (Lingkungan sekitar sekolah dijadikan media pembelajaran).
Sawah, lapangan, pon, sungai, kantor pos, puskesmas, stasiun dan lain-lain dioptimalkan pemanfataannya untuk pembelajaran.
Observasi lapangan eksplorasi, diskusi kelompok, tugas individual, dan lain-lain.


Penutup
PAKEM merupakan pendekatan dalam proses belajar mengajar yang bila diterapkan secara tepat berpeluang dapat meningkatkan dua hal, yaitu (1) menciptakan ketertarikan bagi siswa, (2) memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berfikir dan bekerja, (3) (Suparlan, 2008: 7). Meskipun dalam model ini siswa lebih aktif, namun guru tetap mengawasi kelas untuk memberikan semangat, dorongan belajar dan memberikan bimbingan secara individu/kelompok. Proses pembelajaran aktif dalam memperoleh informasi, ketrampilan dan sikap serta perilaku positif akan terjadi melalui suatu proses pencarian dari diri peserta didik. Hal ini akan terwujud bila peserta didik dikondisikan sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan kegiatan yang dilaksanakan dapat memotivasi mereka untuk berpikir. Dalam pembelajaran Model PAKEM, seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan
Baca selengkapnya »»  

MATERI UKG 2015 "MEMAHAMI BERBAGAI TEORI BELAJAR DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN"



Pendahuluan.

Perbincangan tentang teori telah lama berlangsung, terutama setelah filosof Perancis Rene Descartes (abad ke 16) menyatakan bahwa teori dibangun dari keragu-raguan. Ia terkenal dengan motorya “cogio engosum” , aku berfifkir maka aku ada. Ragukan segala sesuatu, pikirkan, coba pahami, bandingkan, dan berakhir dengan teori. Terlihat sekali bahwa paham rasionalisme yang diawali dengan skeptitisme seperti yang dikembangkan filosof Yunani Aris Toteles. Masih mewarnai pemikiran  Rene Descartes. Pandangan ini telah memperkuat metode deduktif (berangkat dari hal-hal yang umu menjadi satu simpulan khusus) yang melahirkan dan mengembangkan matematika. Namun karena hanya dipikirkan secara mendalam dengan mengacu pemikiran filosof Yunani Kuno, dan tidak perlu mencoba membuktikannya, Descartes sempat terjebak oleh pemikran yang amat naïf terkait siklus hidrologi, karena mempercayai pendapat Thales dan Plato. Menurut Thales, air laut juga jatuh di atas bumi dan masuk dalam tanah.
Plato juga menyetujui ide ini dan berpendapat bahwa kembalinya air laut itu karena adamya Tatare, Jurang besar di pinggir bumi (dengan asumsi bahwa bumi itu datar). Pendapat  ini dianut oleh Rene Descartes (Bucaille, 1987: 254).
Hampir bersamaan dengan itu Roger Bacon, kemudian Francis Bacon di Inggris melahirkan metode nduktif yang berlawanan arah dengan deduktif. Ragukan segala sesuatu, tetapi jangan hanya dipikirkan, lakukan percobaan, eksperimen, buktikan kebenarannya, jika salah maka ulangi sampai mendapatkan hasil yang benar, cek kebenarannya, buat satu simpulan umum tentang hal itu, lalu bangun teori. Metode induksi telah diawali oleh para ilmuwan Muslimseperti JabirIbn Hayyan (Geber), perkembangan laboratorium kimia pertama kali (Bapak kimia), filosof Al-Kindi (Al-Kindu), dari abad ke-8 hingga ke-9. Kemudian ahli fisika Ibnu Al-Haytsam (Al-Hazan) dari abad ke-11yang banyak mempengaruhi Roger Bacon. Juga ahli eksperimentasi kedokteran seperti Ibnu Sina (Avicenna), penyusun ensiklopedi kedokteran pertama, bukunya dalam bahasa Arab yang diterjemahkan dengan judul Canon on medicine,  lama menjadi pegangan para dokter di Erop, dan lain-lain, pada saat dunia barat masih pada abat kegelapan (Arsyad, 1999).
Metode deduktif sekaligus induktif  kemudian berevulusi menjadi metode ilmiah yang landasanya pemikiran reflektif, penerapan deduktif dan induktif secara bergiliran untuk menemukan kebenaran ilmiah . setelah melalui berabad-abad evolusi pemikiran hali ini di Amerika Serikat melahirkan filsafat pragmatism yang dipelopori oleh Charles S. Pierce, William james dan diterapkan secara nyata oleh ahli pendidikan John Dewey pada awal abad ke-XX. Sesuai pendapat Dewey dengan landasan experimentasi, teori yang berwal dari keraguan harus dibuktikan kebenarannya, jika benar dan sudah tidak layak menjadi teori, hal ini ju ga sesuai degan analogi Albert Einstein, teori diumpamakan jembatan yang fondasi di kedua ujungnya merupakan fakta. Jika jembatan (teori) yang dibagun sudah kokoh, maka tentu tidak perlu diruntuhkan, hanya karena keragu-raguan.

1.1.1       Makna Teori

Sebelum berbincang tentang teori-teori pokok belajar, tentunya perlu penyamaan persepsi kita tentang makna teori-teori pokok belajar, tentunya perlu penyamaan persepsi kita tentang makna teori, secara ringkas Dorin, Demmin and Gabel (1990) dan juga Smith (2009:76) menyatakan bahwa karakteristik teori adalah sebagai berikut : (i) teori adalah sebuah penjelasan umum tentang berbagai pengamatan yang dibuat seiring denganberjalannya waktu, (ii) teori menjelaskan dan meramalkan timbulnya prilaku, (iii), suatu teori tidak dapat dibangun diatas keragu-raguan, (iv), suatu teori dapat diubah, dimidifikasi, Kerlinger (1989) menyatakan bahwa teori adalah suatu himpunan dari konstruk-konstruk  (konsep-konsep), definisi-definisi dan proposisi—propossi yang saling berkaitan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis tentang suatu fenomena dengan cara menentukan hubungan antarvariabel, dengan tujuan menjelaskan fenomena tersebut.
                Oxforld Advanced Learners Dictionary(1990:1330) mengungkap beberapa makna teori, antara lain : suatu bteori adalah suatu himpunan gagasan yang masuk akal dan bertujuan untuk menjelaskan fakta-fakta atau kejadian-kejadian, juga dinyatakan bahwa; suatu teori adalah pernyataan tentang prinsip-prinsip yang berlaku bagi subjek bahsan tertentu. Dictionary.com yang diakses tanggal 12 November 2009 dan bersumberkan http:/dictionary.reference.com./browser/theory mengemukakan sejumlah makna tentang teori. Diantaranya dinyatakan, teori adalah suatu himpunan koheren dari sejumlah proposisi umum yang digunakan sebagai prinsip-prinsip unutk menjelaskan sutau peristiwa, ataupun fenomena. Adapun didefinsikan bahwa teori adalah suatu konsep atau pandangan khusus tentang sesuatu yang harus dikerjakan atau metode untuk melaksanakan sesuatu, suatu system yang tersusun dari sejumlah hukum-hukum dan prinsip-prinsip. Sedangkan Web define theory (http:/www.google.co.id/search) diakses pada tanggal yang sama,  meyatakan bahwa teori adalah sekimpulan hukum-hukum, gagasan, prinsip dan teknik yang digunakanpada suatu subjek khusus. Juga dinyatakan bahwa teori adalah suatu penjelasan tentang sejumlah peristiwa, atau secara lebih khusus, teori adalah penjelasan tentang hubungan antara dua atau lebih konsep atau variabel.
                Mencoba memahami esensi dari sejumlah proporsisi tentasakang teori di atas, dapat ditarik simpulan bahwa suatu teori adalah suatu penjelasan tentang hunbungan atara dua atau lebih konsep, atau variabel, yang berupa sekumpulan hokum, gagsan, prinsip dan teknik-teknik tentang subjek tertentu. Teori tidak bersifat kekal, karena dapat diubah jika ada bukti baru yang bersifat menyangkal teori itu. Dalam khasanah pembelajaran, dominasi teori behaviorisme demikian kuatnya, bahkan berlangsung puluhan tahun. Namun dengan sejumlah bukti yang berpangkal dari suatu pradigma baru dan keansahannya tidak dapat disangkai pada saat itu, teori behaviorisme dgantikan oleh kognitivisme.
Dalam  konsep pembelajaran, Bruner membedakan antara teori pembelajaran, (Instructional Theory) dan teori belajar, (Learning Theory). Dalam hal ini pembelajaran semakna dengan pengajaran. Menurut Bruner (Degeng, 1989 teori pembelajaran adalah preskritif dan teori belajar adalah deskriptif. Karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan dikatakan sebagai deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori pembelaran menaruh perhatian pada bagaimana seorang (guru) memengaruhi orang lain agar terjadii proses belajar. Teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol dengan variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar memudahkan belajar  (Budningsih, 2005: 11)  Teori belajar menaruh perhata pada hubungan diantara variabel yang menetukan hasil belajar. Teori ini menekankan  kepada bagaimana seharusnya seseorang belajar. Reigeluth (Dedeng, 1989 ) mengembangkan teori Bruner ini dengan menyatakan bahwa sifat preskriptif dan deskriptif ini dimiliki baik oleh teori pembelajran maupun teori belajar bergatung kepada tujuan atau proporsisi yang dipergunakan.

1.1.2       Hakikat Universal dari Belajar

Seperti kita ketahui, dewasa ini terjadi perkembangan yang amat cepat dalam berbagai aspek kehidupan, baik politik, kebudayaan, pertahanan, komunikasi yang berdampak pada pendidikan dan pembelajaran. Dalam kaitan ini UNESCO dan sesuai laporannya yang diberi judul Learning:The Treasure Within (1996) menyampaikan adanya sejumlah tantangan controversial yang harus dihadapi dengan cara menyeimangkan berbagai tekanan (tension), Yaitu tekanan antara tuntunan : global dengan lokal, universal dengan individual, pertimbangan jangka panjang dan jangka pendek, tradisional dengan modern, antara kebutuhan spiritual dengan kebutuhan material, dan sebagainya. Tantangan yang bersifat universal ini juga harus dihadapi secara universal pula.
Dalam dunia pembelajaran, untuk menghadapi dan beradaptasi dengan berbagai tantangan itu. UNESCO memberikan resep berupa apa yang disebut empat pilar belajar. (four pillars of education/learning), yaitu (1) learning to know, (2) learning to do) (3) learning to live together) dan (4) learning to be).  Secara ringkas kita bahas empat pilar itu d bawah ini.

1.1.3       Learning to Know

Belajar untuk mengetahui, (learning to know), berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetaui oleh UNESCO dipahami sebagai cara dan tujuan dari eskstensi manusia. Hal ini sesuai dengan penegasan Jacques Delors ( 1966 ) sebagai ketua komisi penyusun laporan Learnig: the treasure within, yang menyatakan dua mabfaat penetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara ,(means) dan pengetahuan sebaga hasil atau tujuan (end). Sebagai cara hidup, terkait keniscayaan bahwa manusia memang wajib memahami dunia disekelilingnya, minimal sesuai dengan pemenuhan kebutuhannya untuk menjadi makhluk yang berkehormatan dan memiliki percaya diri, mengembangkan keterampilan okupasionalnya, serta ber berkomnkasi dengan yang  lain. Dari segi tujuan, belajar untuk mengetahui bertujuan untuk memberkan kepuasan karena perolehan pemahaman, pengetahuan dan kepuasan ,melalui penemuan-penemuan secara mandiri.
Belajar  untuk mengetahui berimplikasi terhadap diamokodasikannya konsep belajar tentang bagaimana belajar, (learning how to learn), dengan mengembangkan seluruh potensi konsentraisi pembeajaran, keterampilan mengingat dan kecakapan untuk berpikir. Sesuai fitrahnya, sejak bayi, anak kecil harus belajar bagaimana berkonsentrasi terhadap objek atau orang-orang lain. Proses untuk memperbaiki keterampilan berkonsentrasi ini dapat bermasifestasi dengan bebagai kesempatan belajar yang berbeda-beda, yang muncul di sepanjang kehidupannya.
Pengembangan keterampila mengingat adalah suatu wahana yang unggul untuk menanggulangi aliran yang berlimpah dari informasi instan yang disebarluaskan oleh banayak media pada saat ini. Berbahaya jika kta berkesimpulan bahwa arus informasi yang luar biasa bnayaknya ini tidak perlu ditanggulangi dengan penigkata keterampilan dalam mengingat. Kecakapan manusia dalam memorisasi asosiatif yang spesifik ini tidak boleh direduksi semata oleh hadirnya proses automatisasi, tetapi harus selalu dikembangkan secara berhati-hati.
Sementara itu, berpikir terkait sesuatu yang dipelajari anak, mula-mula dari orang tuanya, kemudian dari para gurunya. Proses berpikir ini harus terkait dengan keterampilan menguasai penyelesaian masalah praktiks maupun mengembangkan masalah abstrak. Oleh sebab itu pembelajaran sebagai praktik pendidikan harus mampu memandu siswa untuk mampu memandu siswa secara sinergis penalaran deduktif sekaligus penalaran induktif yang pada hakkatnya justru suatu proses yang berbeda arah. Keterampilan berpikir secara reflektif ini penting untuk melatih anak menyelesaikan berbagai prolema kehidupan. Belajar untuk berpikir merupakan pembelajaran sepanjang hayat, seseorang selalu siap belajar unutk berpikir, selama hidupnya tidak akan mengalami kebosanan karena menghadapi keniscayaan rutinitas.

1.1.4       Learning to Do

Konsep learning to do ini terkait dengan pertanyaan pokok, bagaimana kita mengadaptasikan pendidikan sehingga kita mampu membekali siswa bekerja untuk mengisi berbagai jenis lowongan pekerjaan di masa depan. Dalam hal ini pendidikan dihrapkan mampu menyiapkan siswa berkaitan dengan dua hal. Pertama berhubunhan dengan ekonomi industri, dimana para pekerja memperoleh upah dari pekerjaanya. Kedua, yaitu suatu usaha yang kita kenal sebagai wirausaha, para luluasan sekolah menyiapkan jenis pekerjaanya sendiri dan menggaji dirinya sendiri (self employment), dalam semangat entrepreneuship. Suatu hal yang patut dicatat dan diimplikasikandengan baik dalam kurikulum pembelajaran di sekolah., sejak paruh kedua abad ke-20 yang lalu telah ada pergeseran besardalam dunia industry. Jika dulu lebih berpokus pada pekerjaan fisik di limgkungan manufaktur, maka saat ini justru yang banyak berkembang yaitu layanan jasa. Pekerjaan ini semaki dibutuhkan denga berkembang pesatnyateknologi komunikasi dan informasi, pekerjaan yang “tidak tampak” (intangible) makin menjmur.
Belajar untuk bekerja, learning to do adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Jadi menurut konsep UNESCO belajar jenis ini berkaitan dengan pendidikan vokasional. Pada perkembangannya, dunia usaha/dunia industry menuntut agar setelah lulus, para  siswa pembelajar siap memasuki lapangan kerja, sehinggga seharusnya ada link and match antara sekolah dengan dunia usaha. Maknanya, sekolah wajib menyiapkan berbagai keterampilan dasar untuk siap bekerja. Keterampilan dan kompetensi kerja harus dikuasai siswa, sejalan denga tuntunan perkembangan dunia industry memang semakin tinggi, tidak sekadar pada tingkat keterampilan kompetensi teknis atau operasiaonal, tetapi bahkan sampai dengan kompetensi profesioanal. Sehubung dengan pesatnya perkembangan dunia kewirausahaan, pendidikan dan pembelajaran dituntut untuk mampu menyiapkan para lulusan yang siap mengisi sector informal, itu berarti pembelajaran harus mampu mengembangkan jiwa inovatif siswa.

1.1.5       Learning to Live Together

Belajar untuk hidup bersama,( Learning to Live Together), mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat kemajuan teknologo komunikasi dan informasi. Komunikasi antar manusia di kedua belahan dunia kini sudah dalam hitungan detik. Agar dapat berinteraksi, berkomunikasi, saling berbagi dan, bekerja sama dan hidup bersama, saling menghargai dalam kesetaraan, sejak kecil anak-anak sudah harus dilatih, dibiasakan hidup berdampingan bersama. Anak-anak harus banyak belajar dari hidup bersama secara damai, apalagi di alam Indonesia yang multikultur, multietnik ini sehingga mereka biasa bersosialisasi sejak awal (being sociable). 
Sepanjang sejarah, kehidupan manusia secara konstan memperoleh ancaman dari berbagai konflik, tetapi resiko menghadapi konflik ini semakin tinggi terutama karena dua faktor penyebab. Penyebab pertama adalah potensi potensi luar biasa untuk merusak yang berkembang dari diri manusia sendiri, dan ini dibuktikan di dalam abad ke-20 yang lalu. Pada abad ini berlangsung dua perang dunia, perang dunia I dan perang dunia II yang menghancurkan kemanusiaan, membunuh jutaan manusia, menyebabkan kesengsaraan dan penderitaan global. Penyebab keduan, perkembangan media informasi yang luar biasa canggih sehingga berita tentang konflikdi berbagai belahan dunia cepat tersebar luas, dan hal ini telah banayak berpengaruh terhadap diri manusia, sayangnya justru pengaruh negative semacam ini yang paling mudah ditiru. Sehubung dengan itu muncul pertanyaan mendasar. Dapatkah kita berbuat lebih baik? Dapatkah kita hidup berdampingan secara damai untuk memperoleh kemaslahatan bersama? Jawabanya tentu melalui usaha terus menerus yang tidak kenal lelah dan tidak kenal putus asa melalui dunia pendidikan.

1.1.6       Learning To Be

Belajar untuk menjadi manusia yang utuh (learning to be), mengharuskan tujuan belajar dirancang dan diimplemantasikam sedemikian rupa, sehingga pembeajaran menjadi utuh,paripurna. Manusia yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketakwaan, terhadap tuhan, intelektual, emosi, social, fisik, maupun moral. Seimbang dengan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan social, dan keceradasan spiritual. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan individu-individu yang banyak belajar dalam mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Dalam kaitan itu mereka harus berusaha banyak meraih keunggulan (being excellene) keunggulan ditunjang dan diperkuat oleh moral yang kuat (being morality). Moral yang kuat wajib ditunjang oleh keimanan inilah yang diharapkan mampu memandu pembelajaran untuk belajar menghargai orang lain, toleran terhadap hak-hak orang lain, dan memahami bahwa hidup bersama dengan berbagai jenis ras, suku, warna kulit, bahasa, tradisi dan budaya merupakan suatau keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Pembelajar secara ringkasnya harus mampu menemukan orang lain (to discover other people) sebagai bagian dari dirinya sendiri. Ikatan manusia semacam ini akan lebih diperkuat jika sejak kecil anak sudah dibiasakan, dilatih, dihadapkan kepada situasi, bahwa manusia diseluruh dunia ini harusnya memang menuju kejutuan umum bersama (toward the common goals) , yaitu tercapainya kondisi dunia yang sejahtera, aman, adil, makmur dalam kesejahteraan an salng menghormati.

1.1.7       Implementasi Empat Pilar Pendidikan di Indonesia

Implementasi empat pilar pendidikan seperti yang dicanangkan UNESCO ini dapat dilihat dalam konsideran yang melandasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam kaitan ini, reformasi pendidikan yang melahirkan visi pendidikan nasional Indonesia harus mencakup hal-hal sebagai berikut.
Pertama, penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebabagi suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didi yang berlangsung sepanjang hayat, di dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemaun, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran pradigma pembelajaran. Paradigma pengaajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentranformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya, bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkpribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, mayarakat, bangsa, dan nergara.
Kedua, adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigm manusia sebagai subjek pembanguanan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk manusia seutuhnya yang digamabarkan sebagai manusia yang memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (a) penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan, (b) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi dan kepribadian, (c) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) pengembangan, penghayatan,  apresiasi, dan ekspresi seni, serta (e) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia itu pada hakikatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Ketiga, adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang teritegrasi dengan lingkungan sosio-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional, dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan yang paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan denga pemahaman dirinya dan limgkungan kulturalnya.
Jika kita melihat pada jargon-jargon yang dipergunakan di dalam menyusun konsideran Peraturan Pemerintah tersebut, maka terlihat jelas arah pendidikan dan  pembelajaran di Indonesia akan ke mana, serta konsep pendidikan dan pembelajaran apa yang sedang diminati di Indonesia. Beberapa istilah seperti pembudayaan, pergeseran paradigma pengajaran ke paradigma  pembelajaran, integrasi peserta didik denga  lingkungan sosio-kulturalnya memperlihatka pengaruh arus konstruktivisme social ke dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sementara itu, sesuai dengan konsep pembelajaran sepanjang hayat dan learning to be dari dari UNESCO, gambaran tentang manusia Indonesia seutuhnya sebagai tujuan akhir pendidikan telah dirumuskansecara lengkap.    

1.1.8       Landasan Filosofis Pendidikan Jasmani

Dualisme dan monoisme tubuh.  Pembahasan secara filosofis pendidikan jasmani dan olahraga, di dekati dari konsep dualisme antara tubuh dengan pikiran, yang kemudian dikembangkan menjadi konsep monoiesme.  Menurut paham dualisme antara tubuh dan pikiran sangat jelas berbeda. Tubuh hanyalah suatu benda kompleks yang realistik sementara pikiran berada pada pikiran pada dimensi abstrak dan bersifat mental. Pikiran tidak bergantung pada material tubuh, karena itu ketika tubuh tidak berfungsi lagi pikiran dapat terus eksis secara independen.
Menurut tokoh filosofis, Descartes (1960; dalam Krectmer, 2005;49) tubuh yag berada di alam nyata memiliki kualitas yang bervariasi seperti bentuk, warna kulit, tinggi badan dan struktur molekul, sementara pikiran berada pada alam sebaliknya dan tidak memiliki bentuk, warna, tinggi badan dan struktur molekul. Sebagai contoh, rasa kesenangan yang muncul ketika melakukan senam aerobik adalah aktivitas pikiran berupa perubahan elektro-kimia di dalam saluran cranium otak.
Pendekatan dualisme ini mencirikan bahwa tubuh berhubungan dengan pikiran. Dalam upaya memahami gerak untuk dapat meningkatkan penampilannya, dapat didekati dari dua sisi yang berbeda, yakni : (1) secara fisik dapat dikaji dari sistem faal tubuh, (2) dari rasa takut, berani, motivasi dan personality.  Menurut Krecthmer (2005;50) dualisme sangat terkait antara pikiran dan praktik, seperti dikatakan Descartes bahwa unsur fisik berbeda dengan unsur pikiran. Fisik berada dalam ruang, sebuah bola basket berada dalam ruangan. Tubuh dapat diukur dan diperlukan sebagaimana objek benda lain, yang patuh tunduk pada aturan hukum alam. Tubuh adalah mesin gweraksebagaimana aksi gerak dapat dijelaskan melalui prinsip prinsip mekanika, seperti tuas/ungkit, daya, gaya, kecepatan sudut,dan sebagainya. Sementara itu kaum dualisme juga memandang bahwa pikiran adalah sisi subjektif kehidupan. Pikiran tidak sama dengan jasat fisik. Gagasan yang dihasilkan dari pikiran tidak memiliki ukuran dan bentuk seperti halnya tubuh. Pikiran tidak perlu patuh pada aturan alam, tetapi bisa dikendalikan oleh aturan-aturan logika, koherensi, dan kaum unsur-unsur berpikir lainnya. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa dualisme menyakini adanya interaksi antara tubuh dan pikiran.  Tubuh mempengaruhi pikiran dan pikiran mempengaruhi tubuh.  Meskipun alasan mengapa ada hubungan antara dimensi utuh fisikal dengan non-fisikal sukar dijelaskan, tetapi kaum dualis mengatahui dari pengalaman pribadi dan penelitian ilmiah bahwa tubuh dan pikiran mempengaruhi satu sama lain. Tubuh tidak dapat bergerak sendiri karena hanya sebuah mesin gerak, menunggu perintah dari pikiran. Tubuh dan pikiran hubungan simetris karena tubuh bergantung kepada pikiran.
Berkaitan dengan hal itu, diperlukan intensitas gerak yang dilakukan. Otak dan gerak memang saling mempengaruhi. Pada perkerjaan latihan fisik yang terlalu berat, melebihi kapasitas fisik itu sendiri. Contoh M. Ali petinju legendaris menjelang masa tuanya terkena gangguan motor control sensoris di jaringan otaknya disebut penyakit Parkinson.  Menurut Freberg, LA (2006) Discovering Biological Psychology. Boston Hougton Miffin Company….Parkinson adalah jenis penyakit degeratif ciri-cirinya adalah kesukaran dalam bergerak, tremor dan kebekuan ekspresi wajah. Freberg menjelaskan bahwa penyakit ini nampak ketika neuron dopaminergic dari substantia nigra di batang otak mulai menurun fungsinya. Substantia nigra membentuk hubungan erat dengan basal ganglia dalam cerebral hemisfer. Hasil akhir dari degenerasi dalam substantia nigra adalah kurangnya aktivitas dopaminergic pada basal ganglia. Karena basal ganglia sangat berpengaruh dalam menghasilkan gerakan volunter (voluntary movement) maka tidaklah mengherankan orang yang mengalami Parkinson sangat sukar dalam mengendalikan gerakan volunter.
Namun demikian jalinan hubungan antara aktivitas jasmani dengan penampilan dan fungsi otak menumbuhkan bentuk pengetahuan baru dalam pandangan psikoanalisis pengetahuan diri (pikiran) dan pemahaman filosofi gerak insani dalam konteks kecerdasan jasmani.  Aktivitas jasmani (olahraga) dalam psychoanalysis pengetahuan diri merupakan satu bukti keterkaitan domain kognitif dalam kegiatan olahraga. Olahraga bisa dianggap sebagai penjelmaan baru dari aktivitas fisik, yang kemudian lahir istilah baru yaitu ilmu keolahragaan, perlu pula dianalisis secara filsafat sejauhmana bisa diketahui diri individu dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan fitrah individu berkualitas.
Pendidikan jasmani dan olahraga dalam konteks pengetahuan diri juga mengarah pada diskusi Socrates bahwa “ketahuilah apa yang saya tahu dan apa yang saya tidak tahu” atau kadang-kadang diartikan sebagai kapabilitas diri dan batasan diri (Hyland, 1990:71).
Suatu ungkapan pelatih yang sering terlontar saat menasehati atletnya adalah bermainlah apa yang menjadi kelebihan diri dan mengetahui apa yang menyebabkan keterbatasan diri, untuk kemudian bermain dalam batas-batas tersebut. Meskipun sukar mengetahui batas-batas kemampuan dan kelebihan diri sendiri. Bermainlah dalam batas-batas kemampuan diri mengisyaratkan bahwa bermain jangan melebihi kapasitas diri, tetapi juga bermainlah sampai mencapai keterbatasan diri. Mengetahui apa yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan adalah jenis pengetahuan diri, yang dalam kaidah filsafat Socrates disebut pengetahuan diri.

1.1.9        Landasan Biologis Peristiwa Gerak Dalam Aktivitas Pendidikan Jasmani.

Ketika penampilan gerak secara luar biasa, istimewa, menakjubkan dapat disuguhkan, sebagaimana yang pernah di lakukan Lim Swie King dengan jump smashnya, Susi Susanti dengan  drop shotnya menukik tajam atau Taufik Hidayat dengan backhand smash andalannya merupakan peristiwa gerak yang sangat luar biasa. Pertanyaannya mengapa mereka bisa melakukan itu?. Bagaimana proses geraknya?. Untuk keperluan itu, disajikan proses biologis kontraksi otot yang dikendalikan oleh sistem syaraf. Jenis otot. Otot membentuk jaringan tubuh manusia yang tugasnya bertanggung jawab terhadap semua gerakan tubuh manusia. Ada dua jenis otot, yakni : (1) otot halus (smooth muscle), (2) otot lurik (striated muscle) dinamakan otot lurik karena terbagi dua, yakni otot rangka skeletal muscle dan otot jantung cardiac muscle Freberg (2006).  Otot halus ditemukan di sistem pencernaan, pembuluh darah arteri dan sistem reproduksi. Otor jantung terdiri dari jaringan serabut otot disekitar jantung sedangkan otot rangka menempel pada tulang fungsinya menggerakkan manusia.
Memahami peristiwa gerak yang terjadi, diperlukan konsep teori biologis tentang gerak manusia. Untuk keperluan itu, proses biologis kontraksi otot dikendalikan oleh sistem syaraf.  Otot dapat berkontraksi disebabkan oleh pergerakan filament tebal myosin pada filament tipis actin.  Manakala filament bergeser satu sama lain, maka garis Z bergerak memendek dan sarcomer pun memendek, maka terjadilah kontraksi otot dan terjadinya gerakan.  Awal terjadinya gerakan dapat dipahami melalui konsep aktivitas gerak dalam dua area fungsi, yakni pre frontal cortex dan parietal lobes.  Kedua area ini merupakan bagian otak yang berfungsi untuk mewujudkan suatu gerak, dan menyusun urutan gerak sebelum gerakan itu terjadi. Selanjutnya  pre frontal cortex dan parietal lobes ditindak lanjuti oleh supplementary motor area dan premotor area yang dalam tugasnya bertanggung jawab mengelola gerakan. Fungsi kedua area motor tersebut terutama memunculkan gerakan-gerakan yang kompleks.  Secara biologis peristiwa terjadi akibat perubahan sistem kimia dan elektrik di dalam reseptor-reseptor otot. Reseptor otot tersebut membentuk jaringan sistem untuk dapat memunculkan peristiwa gerak. 

1.1.10  Landasan Filosofis Gerak Dalam Aktivitas Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Di dalam pengertian pendidikan jasmani berdimensi filosofis gerak insani mengantarkan individu berada pada tingkat kualitas hidup yang lebih baik lagi, yakni memiliki tingkat kesejahteraan paripurna. Gerak insani melibatkan semua sistem tubuh, seperti sistem saraf, otot, tulang.  Gerak insani terkait dengan prinsip mekanika yang diterapkan dalam tubuh, misalnya gravitasi dan pengaruh daya yang diterapkan.  Atas dasar paparan sebelumnya, penulis mencoba merumuskan gagasan baru sebagai bahan yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai sajian bahan penulisan selanjutnya. Pembahasan dimulai dari pengertian pendidikan jasmani dalam perspektif filosofis gerak insani.
Filosofi pendidikan jasmani dan olahraga menghantarkan penulis betapa pentingnya pemahaman kecerdasan jasmani berbeda dengan motor educability atau bodily-kinestetics intelliegnce.   Kecerdasan jasmani dimaksud sangat komprehensif mencakup kemampuan nalar untuk melakukan gerak jasmani (olahraga) secara mudah dan efesien, tetapi pada saat yang bersamaan dapat mengambil nilai refleksi dari kegiatan yang dilakukannya.  Kecerdasan jasmani mengkombinasikan antara kemampuan mental (intelektual), emosi dan spritualnya secara serampak dan tidak ada bagian dimensi utuh manusia yang dilupakan. Penelusuran psikoanalisis pengetahuan dalam konteks olahraga mengantarkan pemahaman kecerdasan jasmani dalam dimensi psikomotorik, kognitif dan afektif. Dalam psikomotorik terkandung muatan pilihan gerak yang di intervensi oleh status sosial, jenis olahraga. Dimensi koqnitif berupa pengetahuan bio-fisikal tubuh dalam upaya mendapatkan status jasmani yang optimal.
Dimensi affektif berupa suasana hati (mood) manakala keterikatan diri dengan olahraga sangat dipengarhui oleh salera gerak, kesempatan gerak, kebiasaan gerak, pola asuh keluarga serta keadaan fisik. Beberapa dimensi ini sering berinteraksi membentuk suatu pemahaman baru dalam penyelenggerakan pendidikan jasmani di sekolah dan di luar sekolah. Pertanyaan yang dapat diajukan bagaimanakah pola manajemen pendidikan jasmani dapat memfasilitasi kebutuhan gerak?.

1.1.11  Landasan Neuro-Fisiologis Gerak

Secara fisiologis, landasan terjadinya gerak di awali dari niat sebagai pusat pengambil inisiatif yang ada pada Corpus Striatum.  Corpus Striatum berfungsi sebagai pusat sistem extrapyramidal, selanjutnya niat dikomunikasikan kepusat memori dan emosi untuk menentukan pola gerak.  Pesan (informasi) yang diterima oleh saraf pusat, kemudian direlay kedaerah bagian otak yang menyusun hirarki tingkat menengah.  Secara anatomi, memori dan emosi terletak pada area motor suplementer dan cortex asosiasi. Semua struktur ini berkorelasi dengan bagian otak lain. Secara fisiologis, rencana gerak diterima dari pengendali gerak yang terletak dibagian cortex cerebri  dan cerebellum, nuclei, subcortical dan batang otak. Neuron-neorun ini menerima impuls komando bersamaan menerima impuls-impuls afferent yang berasal dari reseptor-reseptor otot, tendo, sendi, kulit, alat vestibular dan mata, yang memberitakan tentang posisi awal tubuh yang akan digerakkan.
Informasi  aferen ini di integrasikan kemudian disusun menjadi program gerak, kemudian disalurkan melalui jalur  desenden kebatang otak dan medulla spinalis.  Pertanyaan apa yang mengatur gerak berjalan?. Gerak berjalan diatur oleh medulla spinalis pada tingkat neuron motoris. Di tingkat medulla spinalis terpadat jaringan interneuron yang berfungsi sebagai pusat pembangkit gerak involunter berkoordinasi dengan impuls aferen yang mengatur otot-otot lengan, bahu, tubuh dan tungkai. Gerak volunter adalah jenis gerak sadar dan kewaspadaan, sedangkan gerak involunter adalah gerak yang tidak disadari atau disebut gerak refleks. Ciri-ciri gerak volunter : (1) gerak sadar dan waspada mengenai apa yang dikerjakan, (2) perhatian dicurahkan pada gerak yang dilakukan.

1.1.12  Implikasi Teori Belajar Terhadap Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Teori belajar yang menjadi dasar upaya pendidikan banyak mempengaruhi kurikulum, metode belajar mengajar, administrasi pendidikan, prasarana pendidikan, serta tuntutan kompetensi guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu teori belajar merupakan tetik sentral dari semua permasalahan pendidikan dalam upaya melihat implikasi teori-teori belajar tersebut terhadap upayan pendidikan serta proses belajar motorik akan sangat bermanfaat (Supandi dan Seba (1984). Teori belajar yang menjadi tinjauan dalam hal ini adalah teori belajar behaviorisme dan kognitivisme. Kedua teri tersebut secara mendasar memiliki perbedaan yang nyata, tetapi dalam beberapa hal memiliki kesamaannya. Adapun beberapa teori yang tergolong dalam behaviorisme adalah ; teori keterhubungan (contingency) dari Guthrie, Teori Koneksionisme dari Thorndike, Teori Operant dari Skinner, teori Clasicall conditioning dari Pavlop dan Teori Drive-stimulus reduction dari Hull. Beberapa teori pendukung lainnya seperti teori belajar kelompok kognitivisme diwakili oleh Gestalt, teori Skemata oleh Piaget, teori kognitif social oleh Bandura dan teori pengolahan informasi oleh Norman. Apa yang akan dikemukakan di bawah ini merupakan gabuangan dari implikasi yang dikemukakan oleh Hergenhahn dan Olson (1993 ; hal 431-441) dalam hal implikasi teori-teori di atas terhadap pendidikana secara umum, serta implikasinya terhadap teori belajar motorik yang dikutif oleh Oxendine (1968 :hal 25-42).

1.1.13  Implikasi Teori Belajar Keterhubungan Guthrie Terhadap Pendidikan Jasmani.

Guthrie menekankan pada hubungan antara stimulus dan response dan berganggapan bahwa setiap respons yang didahului atau dibarengi stimulus akan timbul lagi bila stimulus tersebut diulang lagi. Guthrie menekankan betapa pentingnya pengulangan (drill). Pengulangan tersebut bukan dimaksudkan untuk memperkuat hubungan, tetapi untuk membina atau memasangkan stimulus yang cocok dengan respons yang diharapkan.
Latihan dianggap penting sekiranya hal ii menyebabkan lebih banyak terjadinya rangsangan yang menghasilkan perilaku yag di inginkan. Karena setiap pengalaman sifatnya unik, maka siswa harus mempelajarinya berulang-ulang. Secara garis besar implikasi teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
           Keterampilan tau keahlian kegiatan motorik dapat dikembangkan melalui ulangan dalam kegiatan. Kegiatan motorik melibatkan sejumlah stimuli yang merupakan dasar pembinaan kebiasaan. Dengan praktek yang banyak, maka akan terbina kebiasaan atau respons yang benar.
           Hadiah dan ganjaran dapat bermanfaat hanya bila ini menyebabkan adanya kesinambungan kegiatan dalam situasi belajar yang diharapkan. Upaya membina motivasi belajar hanya diterapkan bila individu segan berpartisipasi dalam situasi belajar yag diharapkan.
           Respons yag baru akan mengganggu respons yag telah dipelajari.oleh karena itu, kegagalan atau respons yag salah menyebabkan lupa terhadap kebiasaan yang benar. Guru hendaknya menekankan pada keberhasilan dari upaya individu dengan melengkapi situasi belajar yang dapat menjamin keberhasilan siswa. Stimuli lama hendaknya dibatasi sedikit mungkin sehingga tidak terganggu.
           Kondisi situasi belajar hendaknya lebih menyerupai keadaan sebenarnya sehingga respons yang telaha dipelajari dapat mengatasi stimuli yang berupa timnya untuk pertandingan seharusnya melatih timnya dalam keadaan yang menyerupai ondisi yang sebenarnya dalam pertandingan itu.

1.1.14  Implikasi Teori Belajar Koneksionisme Thorndike Terhadap Pendidikan Jasmani

Thorndike tokoh utama teori belajar koneksionisme yang biasa disebut teori S-R. Thorndike terkenal karena hokum belajarnya, yakni hokum kesiapan, hokum sebab akibat dan hokum latihan. Dalamteori ini Thorndike menghendaki kelasnya menjadi teratur dengan tujuan-tujuan yang jelas. Tujuan tersebut ditetapkan berdasarkan kemampuan respons siswa. Respons yang salah harus diperbaiki secepatnya, pentingnya penghargaan (reinforcement) terhadap siswa yang baik dan benar. Secara ringkas, implikasi teori Thorndike sbb :
           Pembelajaran praktek di lapangan dilaksanakan dala kondisi yang menguntungkan agar respon yang terjadi mejadi efektif.
           Hukum kesiapan sangat penting
           KBM diatur dari yang termudah kearah yang sukar
           Tugas gerak diatur secara bertahap
           Transfer gerak hanya mungkin terjadi bila ada unsure yang sama (identik) dengan keadaan lingkungan yang sebenarnya.
           Reienforcement sangat membantu keberhasilan.

1.1.15  Implikasi Teori Belajar Operant Conditioning dari Skinner Terhadap Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Skinner tergolong tokoh teori belajar behaviorisme. Beberapa teorinya banyak menghasilkan metode mengajar yang efektif. Skinner berganggapan bahwa ganjaran (reinforcement) itu semata-mata hanya memperkuat respons.
Guru yang menganut teori Skinner akan menghindari hukuman (punishment) mereka mementingkan reinforcement terhadap erilaku yang benar. Menurut SKINNER “ Permasalahan perilaku di sekolah adalah hasil dari perencanaan pendidikan yang jelek, seperti gagal member kesempatan untuk SELF-PACING gagal menggunakan reinforcement yang tepat, pemberi materi yang terlalu sulit untuk dipahami, menggunakan disiplin terlalu kaku atau tuntutan terlalu berlebihan”.
Secara ringkas, implikasi teori belajar Skinner sbb:
           Guru hendaknya mengupayakan pengajaran secara terprogram.
           Guru hendaknya mengusahakan penggunaan SELF-TESTING (swa-penilaian) sebagai upaya memantapkan respons.

1.1.16  Implikasi Teori Belajar Drive-Stimulus Reduction dari Hull.

Perbedaan mendasar atara teori Hull dengan Thorndike, Guthtrie terletak pada pemberian motivasi. Teori Hull lebih banyak terhadap pengurangan pemberian dorongan rangsangan (drive-stimulus-reduction). Hull lebih menekankan pengurangan tingkat kecemasan sebagai suatu dorongan dalam pembelajaran manusia.   Secara ringkas, implikasi teori Hull sebagai berikut :
Implikasi terpenting bagi Hull adalah “ditemukannya adanya hambatan yang bisa timbul dari kelelahan pada saat latihan”. Hal ini dibuktikan dengan Kebaikan latihan berdistribusi (distributed practice) lebih dari latihan padat (massed practice). Oleh karena itu sangat penting merancang latihan dengan menyertakan masa-masa istirahat. (interval) diantara latihan. Istirahat yang cukup menjelang masa pencapaian puncak (asymptotic) masa pencapaian maksimal akan meningkatkan pencapaian hasil belajar.
Baca selengkapnya »»