A.
Pendahuluan
Keberhasilan dalam melaksanakan suatu
tugas merupakan dambaan setiap orang. Berhasil berarti terwujudnya harapan. Hal
ini juga menyangkut segi efisiensi, rasa percaya diri, ataupun prestise.
Lebih-lebih bila keberhasian tersebut terjadi pada tugas atau aktivitas yang
berskala besar. Namun perlu disadari bahwa pada dasarnya setiap tugas atau
aktivitas selalu berakhir pada dua kemungkinan : berhasil atau gagal.
Belajar merupakan tugas utama siswa, di samping tugas-tugas
yang lain. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya diharapkan oleh siswa yang
bersangkutan, tetapi juga oleh orang tua, guru, dan juga masyarakat. Tentu saja
yang diharapkan bukan hanya berhasil, tetapi berhasil secara optimal. Untuk itu
diperlukan persyaratan yang memadai, yaitu persyaratan psikologis, biologis,
material, dan lingkungan sosial yang kondusif.
Bila keberhasilan merupakan dambaan
setiap orang, maka kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa
wujud ketidak berhasilan siswa dalam belajar yaitu : memperoleh nilai jelek
untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, tidak naik kelas, putus sekolah (dropout), dan tidak lulus ujian
akhir.
Kegagalan dalam belajar sebagaimana
contoh di atas berarti rugi waktu, tenaga, dan juga biaya. Dan tidak kalah
penting adalah dampak kegagalam belajar pada rasa percaya diri. Kerugian
tersebut bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh keluarga
dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu upaya mencegah atau setidak tidaknya
meminimalkan, dan juga memecahkan kesulitan belajar melalui diagnosis kesulitan
belajar siswa merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan.
B. Pengertian dan Gejala-gejala
Kesulitan Belajar
Ada beberapa pendapat mengenai
pengertian kesulitan belajar. Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 8.3),
menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara
prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh.
Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah
individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa
kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian,
ataupun fungsi motoriknya.
Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994
: 4 – 5) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang
bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam
proses belajarnya.
Kesulitan atau masalah belajar dapat
dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk
perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Warkitri
dkk. (1990 : 8.5 – 8.6), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan
gejala sebagai berikut.
1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata
kelompoknya.
2. Hasil belajar yang dicapai sekarang
lebih rendah disbanding sebelumnya.
3. Hasil belajar yang dicapai tidak
seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas
belajar.
5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar,
misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai
kurang tidak menyesal, dst.
6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang
dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
7. Menunjukkan gejala emosional yang
kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif,
dst.
C.
Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh
Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar
individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang
bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri
yang bersangkutan.
1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Faktor ini dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.
a. Faktor kejiwaan, antara lain :
1) minat terhadap mata kuliah kurang;
2) motif belajar rendah;
3) rasa percaya diri kurang;
4) disiplin pribadi rendah;
5) sering meremehkan persoalan;
6) sering mengalami konflik psikis;
7) integritas kepribadian lemah.
b. Faktor kejasmanian, antara lain :
1) keadaan fisik lemah (mudah terserang
penyakit);
2) adanya penyakit yang sulit atau tidak
dapat disembuhkan;
3) adanya gangguan pada fungsi indera;
4) kelelahan secara fisik.
2. Faktor
Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor eksternal
adalah faktor yang berada atau berasal dari luar mahasiswa. Faktor ini dapat
dibedakan menjadi dua : faktor instrumental dan faktor lingkungan.
a. Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental yang dapat menyebabkan
kesulitan belajar mahasiswa antara lain :
1) Kemampuan profesional dan kepribadian dosen yang tidak
memadai;
2) Kurikulum yang terlalu berat bagi
mahasiswa;
3) Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun
dengan baik;
4) Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai
dengan kebutuhan.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial dan
lingkungan fisik. Penyebab kesulitan belajar yang berupa faktor lingkungan
antara lain :
1) Disintegrasi atau disharmonisasi
keluarga;
2) Lingkungan sosial kampus yang tidak
kondusif;
3) Teman-teman bergaul yang tidak baik;
4) Lokasi kampus yang tidak atau kurang
cocok untuk pendidikan.
D.
Diagnosis Kesulitan Belajar Peserta Didik
1.
Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis merupakan istilah yang
diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndik e dan Hagen (Abin S.M., 2002 :
307), diagnosis dapat diartikan sebagai :
a. Upaya atau proses menemukan kelemahan
atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami
seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai
gejala-gejalanya (symtoms);
b. Studi yang seksama terhadap fakta
tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan
sebagainya yang esensial;
c. Keputusan yang dicapai setelah
dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang
suatu hal.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tercakup
pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya
sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari
suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu
upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada
masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan
belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan
adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang
menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar
Diganosis kesulitan belajar merupakan
suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka
diagnosis kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah yang tersusun secara
sistematis. Menurut Rosss dan Stanley (Abin S.M., 2002 : 309), tahapan-tahapan
diagnosis kesulitan belajar adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut.
a. Who are the pupils having
trouble ? (Siapa siswayang mengalami gangguan ?)
b. Where are the errors located ?
(Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dilokalisasikan ?)
c. Why are the errors occur ? (Mengapa
kelemahan-kelemahan itu terjadi ?)
d. What are remedies are
suggested? (Penyembuhan apa saja yang disarankan?)
e. How can errors be prevented ?
(Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)
Pendapat Roos dan Stanley tersebut dapat
dioperasionalisasikan dalam memecahkan masalah atau kesulitan belajar mahasiswa
dengan tahapan kegiatan sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi
mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
Identifikasi mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar
dilakukan dengan :
1) Menganalisis prestasi belajar
Dari segi prestasi belajar, individu dapat dinyatakan
mengalami kesulitan bila : pertama, indeks prestasi (IP) yang bersangkutan lebih
rendah dibanding IP rata-rata klasnya; kedua, prestasi yang dicapai sekarang
lebih rendah dari sebelumnya; dan ketiga, prestasi yang dicapai berada di bawah
kemampuan sebenarnya.
2) Menganalisis periaku yang berhubungan
dengan proses belajar.
Analisis perilaku terhadap mahasiswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan : pertama, membandingkan perilaku
yang bersangkutan dengan perilaku mahasiswa lainnya yang berasal dari tingkat
atau kelas yang sama; kedua, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan
perilaku yang diharapkan oleh lembaga pendidikan.
3) Menganalisis hubungan sosial
Intensitas interaksi sosial individu dengan kelompoknya
dapat diketahui dengan sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui
individu-individu yang terisolasi dari kelompoknya. Gejala tersebut merupakan
salah satu indikator kesulitan belajar.
b. Melokalisasi letak
kesulitan belajar
Setelah mahasiswa-mahasiswa yang mengalami kesulitan
belajar diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menelaah :
1) pada mata kuliah apa yang
bersangkutan mengalami kesulitan;
2) pada aspek tujuan pembelajaran yang
mana kesulitan terjadi;
3) pada bagian (ruang lingkup) materi
yang mana kesulitan terjadi;
4) pada segi-segi proses pembelajaran
yang mana kesulitan terjadi.
c. Mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Pada tahap ini semua faktor yang diduga sebagai penyebab
kesulitan belajar diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini oleh para ahli
dipandang sebagai tahap yang paling sulit, mengingat penyebab kesulitan belajar
itu sangat kompleks, sehingga hal tidak dapat dipahami secara sempurna,
meskipun oleh seorang ahli sekalipun (Koestoer dan A. Hadisuparto, 1998 : 21).
Teknik pengungkapan faktor penyebab kesulita belajar
dapat dilakukan dengan : 1) observasi; 2) wawancara; 3) kuesioner; 4) skala
sikap, 5) tes; dan 6) pemeriksaan secara medis.
d. Memperkirakan
alternatif pertolongan
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
secara matang pada tahap ini adalah sebagai berikut.
1) Apakah mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar
tersebut masih mungkin untuk ditolong ?
2) Teknik apa
yang tepat untuk pertolongan tersebut ?
3) Kapan dan
di mana proses pemberian bantuan tersebut dilaksanakan ?
4) Siapa saja
yang terlibat dalam proses pemberian bantuan tersebut ?
5) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk kegiatan
tersebut ?
e. Menetapkan kemungkinan
teknik mengatasi kesulitan belajar
Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan rencana yang
meliputi : pertama, teknik-teknik yang dipilih untuk mengatasi kesulitan
belajar dan kedua, teknik-teknik yang dipilih untuk mencegah agar kesulitan
belajar tidak terjadi lagi.
f. Pelaksanaan pemberian
pertolongan
Tahap keenam ini merupakan tahap
terakhir dari diagnosis kesulitan belajar mahasiswa. Pada tahap apa saja yang
telah ditetapkan pada tahap kelima dilaksanakan.
E. Penutup
Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas
dapat dinyatakan bahwa diagnosis kesulitan belajar merupakan memerlukan
perencanaan yang matang, yang memerlukan waktu, tenaga, dan juga biaya. Oleh
karena itu diagnosis kesulitan belajar siswa hendaknya menjadi bagian dari
program kerja lembaga pendidikan. Bila hal ini dapat terlaksana dengan baik
niscaya kesulitan-kesulitan belajar mahasiswa dapat dicegah dan diatasi.